Rabu, 18 November 2009

METRO 18 Nov 2009

*Kasus Majikan Aniaya Pembantu dan Baby Sitter
Dipukul Hingga Susah Kencing

PONTIANAK, METRO- Fransiska Yeni korban penganiayaan majikannya Sh, siap melaporkan kembali kasus yang dialaminya ke polisi. Hal ini disampaikan kepada penanggung jawab Forum Relawan Kemanusian Pontianak (FRKP), Br Stephanus Paiman Ofm Cap Senin (16/11) malam. Yeni sapaan akrabnya, ditemani pihak keluarga dan tokoh masyarakat setempat meminta pendampingan dengan FRKP atas kasus yang menimpanya. Awalnya dia sedikit tertutup dan enggan bercerita mengenai penganiayaan yang dialami, namun akhirnya dia bercerita juga kepada Steph.Selain penganiayaan fisik terhadap badan, dia juga mengaku sulit buang air kecil karena kemaluannya dicubit dan disodok dengan gagang penyapu oleh Sh. “Rambut saya juga dijambak hingga bagian atas ada yang rontok,” ceritanya. Setelah melakukan rembuk, pihak keluarganya sepakat untuk meminta biaya perawatan dan denda adat kepada keluarga Sh. “Denda adat itu tidak besar, hal ini sesuai dengan risalah yang ada. Hanya sekitar Rp 3,4 juta. Itupun nilainya ril dan disetujui dari suami pelaku,” jelas Steph kepada koran ini setelah kembali dari Desa Pak Kumbang.Kedatangannya ke desa Pak Kumbang menurut Steph, untuk meredam gejolak masyarakat dan memberikan keterangan mengenai proses kasus tersebut sebenarnya. “Saya mendapat kabar mereka mau turun lagi ke Pontianak, di sana saya jelaskan akhirnya mereka tidak jadi turun dan mempercayakan pendampingan kasus tersebut kepada kita,” jelas Steph.Untuk korban yang telah pulang ke Lampung, aktivist Jakarta asal Lampung siap memfasilitasi dan membantu agar korban kembali ke Pontianak guna menunggu proses hukum. Selasa (7/11) suami Sh dan pengacaranya kembali mendatangi FRKP. Mereka meminta Steph membantu agar Sh bisa ditangguhkan. “Saya katakan kepada mereka, FRKP dan saya pribadi tidak bisa mengintervensi petugas dalam kasus tersebut,” urai Steph. Sekitar pukul 17.00 WIB, suami Sh sembari membawa anaknya yang masih kecil kembali mendatangi FRKP mengutarakan hal yang sama. Bahkan dia sempat menangis sedih, karena anaknya selalu mencari sang ibu. “Pengacara Sh menyerahkan surat pencabutan laporan kepada kita. Artinya menurut mereka pencabutan laporan itu tidak ada,” tukas Steph. (jai)

Pembantu Dianiaya

Hukum Berat Majikan Penganiaya Pembantu
*Dua Korban Diperdaya Tandatangani Pencabutan Laporan*
Dipulangkan ke Kampung Oleh Pengacara Tersangka

PONTIANAK, METRO- Penanggung Jawab Forum Relawan Kemanusian Pontianak (FRKP) Br Stephanus Paiman Ofm Cap, meminta polisi menghukum dan memproses setiap majikan yang menganiaya pembantunya. Hal disampaikan Steph sapaan akrabnya, terkait penganiayaan yang dilakukan Sh, terhadap Fransiska dan Turinah di Nusa Indah. "Kita selalu berteriak dengan kekerasan yang dilakukan warga Malaysia terhadap pembantunya warga kita, ini kejadian di depan mata kita. Hukum harus ditegakkan," pintanya.Dalam kasus ini Steph, sangat menyayangkan adanya upaya pihak tertentu yang membuat korban harus menandatangi surat pencabutan laporan dan dipulangkan ke daerah asalnya. "Ada yang aneh dalam kasus ini, korban oleh pengacara terdakwa yakni Sutadi dengan izin penyidik Poltabes memberikan gaji kepada korban. Kemudian tanpa sepengetahuan pihak P2TP2A, korban dipulangkan," tuturnya lagi ketika ditemui wartawan, usai mengadakan pertemuan di kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Minggu (15/11) sore.FRKP dalam kasus ini menurut Steph akan terus memantaunya, hingga proses ke Pengadilan. "Awalnya kita didatangi warga Desa Pak Kumbang, mereka menanyakan kasus yang menimpa Fransiska. Mereka mendengar isu, kalau pelakunya dilepaskan. Setelah kita melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian, perwakilan warga diterima di Poltabes dan dapat melihat langsung pelakunya masih ditahan," urai Steph. Perwakilan warga ini diharapkan Steph, bisa memberitahu warga di Desa Pak Kumbang kalau kasus tersebut masih diproses polisi.Nila Kusuma, Staf rumah tangga sekretariat P2TP2A menjelaskan, kedua korban dibawa keluar dari Shelter setelah penyidik Poltabes menelponnya. "Saya ditelpon Kanit PPA Poltabes IPDA Andi sebanyak dua kali. Dia bilang, korban Turinah mau dibawa ke Jawa dan dia akan dipulangkan. Sedangkan Fansiska akan dijemput Yayasan," jelasnya. Penjemput Turinah ternyata adalah pengacara Sh, ini tidak diketahui Nila. "Saya tidak tahu kalau pak Sutadi itu pengacara pelaku, saya fikir anggota polisi. Selain itu saya juga menyangka Kanit PPA telah mendapat izin dari ketua kami," ceritanya. Kedua korban menurutnya, memang sempat disuruh tanda tangan, tapi mereka tidak mengetahui isinya." Mereka disuruh tanda tangan dahulu baru dibaca, selain itu mereka juga diberikan yakni Turinah sebesar Rp 7,5 juta dan Fransiska Rp 6 juta. Di dalam kwitansi tertulis uang tersebut untuk pembayaran gaji, pengobatan dan perawatan," timpalnya.Hal senada juga diakui Herlina dan Yustina dua tenaga ahli P2TP2A. "Pengacaranya bilang hanya mau antar gaji, kita tidak diberitahu kalau korban justru akan dipulangkan ke Jawa. Padahal Turinah itu masih mengalami sakit," kenang Herlina. Kasat Reskrim Poltabes AKP Sunario ketika dikonfirmasi ke handphonenya mengungkapkan, proses kasus tersebut masih dilakukan Tim Reskrim Poltabes. "Kalaupun ada pencabutan laporan, hal itu tidak menghilangkan pidananya. Kasus tersebut masih dilanjutkan," ungkapnya. (jai)