Selasa, 20 Oktober 2009

Dampingan terhadap TKI

amis, 16 November 2006
TKI asal Kalbar Kembali Dideportasi

Pontianak,- Delapan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kalimantan Barat yang bekerja di Malaysia, Rabu (14/11), tiba di Pelabuhan Dwikora Pontianak menggunakan KM Bukit Raya. Dua dari delapan orang tersebut adalah anak-anak yang berusia di bawah sepuluh tahun.

Kapal yang membawa TKI itu tiba di Pontianak sekitar pukul 05.00 WIB. Mereka dijemput relawan Forum Relawan Kemanusiaan (FRK) Pontianak, kemudian ditampung beberapa jam di poskonya. Para TKI itu kemudian dipulangkan ke kampung halamannya menggunakan fasilitas yang disediakan FRK Pontianak.

"Untuk yang di wilayah Kabupaten Sambas, kami antar langsung menggunakan mobil. Tidak ada satupun pejabat pemerintah yang perhatian akan nasib mereka. Padahal, mereka ini warga negara yang memiliki hak yang sama dengan lainnya," ungkap Penanggungjawab FRK Pontianak, Br Stephanus Paiman OFM Cap.

Delapan TKI itu berasal Kota Pontianak sebanyak dua orang, Kabupaten Pontianak sebanyak dua orang, Kota Singkawang sebanyak satu orang, dan Kabupaten Sambas sebanyak tiga orang. "Mereka dideportasi dari Malaysia, setelah menjalani hukuman penjara. Di penjara, ada juga yang mengalami perlakuan kurang manusiawi," kata Stephanus.

Adapun mereka yang dipulangkan terdiri atas enam pria dan dua perempuan. Mereka adalah Abdul Kholis (22), Sira (29), Supriyadi (20), Suriyana (35), Haris Zulkarnain (6), Siti Maisara (2,5), Abdul Ajis (25), Maskhur (22). Mereka dihukum penjara dengan kesalahan yang beragam, dengan masa hukuman juga beragam.

Sebelum dipulangkan ke Pontianak, para TKI itu ditampung di shelter milik Solidaritas Buruh Migran Indonesia (SBMI), Jakarta selama dua minggu. Aktivis SBMI bekerjasama dengan Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak (FRKP) dalam pemulangan para pahlawan devisa itu.

Pihaknya menyayangkan minimnya perhatian Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat terhadap para TKI yang bermasalah ini. "Jangan karena jumlah mereka sedikit lantas diabaikan. Mereka juga punya hak diperlakukan sebagai warga negara kelas satu. Apalagi pemerintah sudah memiliki dana khusus untuk menangani TKI yang bermasalah ini," katanya.

Sepanjang tahun 2005, jumlah kedatangan TKI sebanyak 308.663 orang. Jumlah TKI yang bermasalah sebanyak 19.048 orang atau sekitar 6,18 persen. Mereka yang bermasalah memiliki persoalan beragam, mulai tidak ada dokumen hingga pelecehan seksual.

Data yang dikeluarkan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebutkan sebanyak 3.847 orang merupakan korban PHK sepihak, pekerjaan tidak sesuai kemampuan sebanyak 2.099 orang, gaji tidak dibayar mencapai 1.866 orang, tidak mampu bekerja sebanyak 1.887 orang, dan dokumen tidak lengkap sekitar 1.467 orang.

"Sebenarnya, dokumen mereka itu lengkap. Hanya saja, ketika di negeri orang, dokumennya dipegang oleh majikan. Nah, karena masuknya tak lewat PJTKI, mereka tidak diberi gaji. Begitu beberapa tahun kemudian, korban dipekerjakan dengan orang lain. Terkadang dipaksa. Bahkan, ada yang dipaksa melayani nafsu bejat lelaki hidung belang," kisah Stephanus.

Data Depnakertrans juga menyebutkan sebanyak 1.372 orang menjadi korban penganiayaan, pelecehan seksual sebanyak 1.314 orang, majikan bermasalah mencapao 1.200 orang, komunikasi tidak lancar sebanyak 1.162 orang, kecelakaan kerja sebanyak 838 orang, sakit akibat kerja sebanyak 819 orang, sakit bawaan sebanyak 762 orang, dan majikan meninggal mencapai 419 orang. (mnk)

< Delapan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kalimantan Barat yang bekerja di Malaysia, Rabu (14/11), tiba di Pelabuhan Dwikora Pontianak menggunakan KM Bukit Raya. Dua dari delapan orang tersebut adalah anak-anak yang berusia di bawah sepuluh tahun.

Kapal yang membawa TKI itu tiba di Pontianak sekitar pukul 05.00 WIB. Mereka dijemput relawan Forum Relawan Kemanusiaan (FRK) Pontianak, kemudian ditampung beberapa jam di poskonya. Para TKI itu kemudian dipulangkan ke kampung halamannya menggunakan fasilitas yang disediakan FRK Pontianak.

"Untuk yang di wilayah Kabupaten Sambas, kami antar langsung menggunakan mobil. Tidak ada satupun pejabat pemerintah yang perhatian akan nasib mereka. Padahal, mereka ini warga negara yang memiliki hak yang sama dengan lainnya," ungkap Penanggungjawab FRK Pontianak, Br Stephanus Paiman OFM Cap.

Delapan TKI itu berasal Kota Pontianak sebanyak dua orang, Kabupaten Pontianak sebanyak dua orang, Kota Singkawang sebanyak satu orang, dan Kabupaten Sambas sebanyak tiga orang. "Mereka dideportasi dari Malaysia, setelah menjalani hukuman penjara. Di penjara, ada juga yang mengalami perlakuan kurang manusiawi," kata Stephanus.

Adapun mereka yang dipulangkan terdiri atas enam pria dan dua perempuan. Mereka adalah Abdul Kholis (22), Sira (29), Supriyadi (20), Suriyana (35), Haris Zulkarnain (6), Siti Maisara (2,5), Abdul Ajis (25), Maskhur (22). Mereka dihukum penjara dengan kesalahan yang beragam, dengan masa hukuman juga beragam.

Sebelum dipulangkan ke Pontianak, para TKI itu ditampung di shelter milik Solidaritas Buruh Migran Indonesia (SBMI), Jakarta selama dua minggu. Aktivis SBMI bekerjasama dengan Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak (FRKP) dalam pemulangan para pahlawan devisa itu.

Pihaknya menyayangkan minimnya perhatian Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat terhadap para TKI yang bermasalah ini. "Jangan karena jumlah mereka sedikit lantas diabaikan. Mereka juga punya hak diperlakukan sebagai warga negara kelas satu. Apalagi pemerintah sudah memiliki dana khusus untuk menangani TKI yang bermasalah ini," katanya.

Sepanjang tahun 2005, jumlah kedatangan TKI sebanyak 308.663 orang. Jumlah TKI yang bermasalah sebanyak 19.048 orang atau sekitar 6,18 persen. Mereka yang bermasalah memiliki persoalan beragam, mulai tidak ada dokumen hingga pelecehan seksual.

Data yang dikeluarkan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebutkan sebanyak 3.847 orang merupakan korban PHK sepihak, pekerjaan tidak sesuai kemampuan sebanyak 2.099 orang, gaji tidak dibayar mencapai 1.866 orang, tidak mampu bekerja sebanyak 1.887 orang, dan dokumen tidak lengkap sekitar 1.467 orang.

"Sebenarnya, dokumen mereka itu lengkap. Hanya saja, ketika di negeri orang, dokumennya dipegang oleh majikan. Nah, karena masuknya tak lewat PJTKI, mereka tidak diberi gaji. Begitu beberapa tahun kemudian, korban dipekerjakan dengan orang lain. Terkadang dipaksa. Bahkan, ada yang dipaksa melayani nafsu bejat lelaki hidung belang," kisah Stephanus.

Data Depnakertrans juga menyebutkan sebanyak 1.372 orang menjadi korban penganiayaan, pelecehan seksual sebanyak 1.314 orang, majikan bermasalah mencapao 1.200 orang, komunikasi tidak lancar sebanyak 1.162 orang, kecelakaan kerja sebanyak 838 orang, sakit akibat kerja sebanyak 819 orang, sakit bawaan sebanyak 762 orang, dan majikan meninggal mencapai 419 orang. (mnk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar