Kamis, 19 Maret 2009

Kamis, 26 Februari 2009 , Equator

06:28:00
Sumiati Divonis Bebas, Annisa Histeris
Pontianak, Terdakwa kasus trafficking, Sumiati alias Umi divonis bebas majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pontianak. Padahal Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa enam tahun penjara. Jelas saja putusan itu mengecewakan sejumlah pihak hingga menimbulkan kericuhan.
Sidang digelar di PN Pontianak, Rabu (25/2) dipimpin ketua majelis hakim Subaryanto SH dengan anggota Sih Yuliarti dan Duta Baskara SH. Terdakwa didampingi pengacaranya Rizal Karyansyah SH, sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus ini adalah Farida Aspeyanie SH.
“Dengan ini majelis memutuskan terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan dan dipulihkan haknya,” suara Subaryanto berkumandang memenuhi ruangan sidang.
Suasana ruang sidang pun hening. Namun ketika semua hendak keluar dari ruang sidang, tiba-tiba Annisa berteriak histeris mengatakan Pengadilan tidak adil. “Saya sudah menjalani hukuman, ini tidak adil, pengadilan ini tidak adil, mana pengacara, mana hakimnya, mana jaksanya, saya minta keadilan,” teriak Annisa.
Perlu diketahui dalam kasus yang terungkap pada April 2007 silam itu, Annisa juga terlibat merekrut korban yang semula akan dipekerjakan sebagai pelayan restoran namun sesampai di Malaysia hendak dijadikan pekerja seks komersial. Namun korban yang di bawah umur itu lolos dan kemudian kasus itu dilaporkan ke Poltabes Pontianak. Annisa ditangkap dan majelis hakim memvonisnya dua tahun tiga bulan kurungan. Annisa sudah bebas dan kebetulan dia hadir di ruang sidang mendengarkan putusan itu.
Jelas saja suasana di PN memanas, Umi pun langsung dievakuasi oleh Rizal dan dua orang pria tegap bersafari. Namun Annisa, dan beberapa kerabatnya terus mengejar. Ketika hendak mengejar itulah, Usnah, 55 ibu Annisa mengaku terkena tamparan salah seorang pria bersafari yang mengawal Umi.
Berhasil keluar dari PN Pontianak, Rizal dan rekan-rekannya langsung membawa Umi ke kantin bakso lapangan tembak di samping PN. Ketika itu Annisa semakin kalap. Iapun ikut mengejar hingga di halaman kantin tersebut. Teriakan histerisnya meminta keadilan terus berkumandang. Jelas hal itu mengundang perhatian pemakai jalan sehinga sesaat jalanan menjadi macet. “Umi yang menyuruh saya mencari orang, tapi saya yang kena hukum, sedangkan Umi bebas. Ada apa dengan pengadilan ini,” teriaknya.
Kala itu ia yang kalap nyaris pingsan. Namun ia terus berteriak, sejumlah pengacara yang sedang santai di kantin pun berhamburan dan coba menenangkan Annisa dan oran tuanya. Apalagi ketika itu Annisa juga mencari-cari Rizal, pengacara Umi.
Merasa tak bisa bisa menemui Umi, Annisa kembali lagi ke PN dan di depan pintu masuk ia kembali meneriaki hakim di PN yang dianggapnya tidak adil. “Saya orang miskin dihukum, orang yang banyak duit dibebaskan. Saya tidak bisa nyogok hakim,” tukasnya.
Akhirnya Annisa bsia ditenangkan, sementara orang tua Annisa, Idris Rusli sangat menyayangkan bebasnya Umi karena dialah yang berhasil menemukan Umi di Ayani Megamall karena pada saat itu Umi sudah jadi buronan Poltabes. “Saya yang laporkan ke polisi hinga dia di tangkap. Karena dia anak saya di penjara. Saya pernah ditawari damai oleh Dumaria dan Rizal senilai Rp 20 juta. Omongan saya ini bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Idris Geram seraya menyebutkan penyidik di Poltabes yang menawarinya uang. Hal yang sama menurutnya juag dilakukan pengacara Umi.
Kepada wartawan, pengacara Rizal Karyansah SH meminta agar semua pihak dapat menghormati keputusan hakim karena unsur yang didakwakan telah tidak terbukti. “Fakta hukum di Pengadilan seperti itu. Kalau tidak puas kan ada upaya lain,” tukasnya.
Sementara, Usnah yang merasa ditampar pengawal Umi langsung melaporkan hal itu ke Poltabes Pontianak. Kala itu IPDA R Sitohang bersama beberapa anggotannya datang di tengah kericuhan dan langsung mengamankan pria bersafari yang kemudian diketahui berinisial Mw.
Ditemui wartawan di ruang unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Poltabes Pontianak, AIPTU Dumaria Silalahi membantah kalau ia menawarkan damai kepada keluarga Annisa dengan bantuan uang senilai Rp 20 juta. “Kita sudah bekerja prosedural dan tak pernah menawarkan damai kepada keluarga Annisa,” kata dia
Menurutnya kala itu dia mendapatkan keluhan dari Umi yang kemudian bersedia bertanggung jawab terhadap kehidupan Annisa dan seorang tersangka lainnya, Heri selama berada di tahanan. “Saya hanya menyampaikan keinginan Umi itu dan tidak pernah ke Annisa maupun orang tuanya. Tapi itukan bukan tawaran damai karena dalam kasus ini saya juga serius sehingga Umi tidak pernah ditangguhkan,” ungkapnya.
Keluar dari ruangan Dumaria, kebetulan ada Annisa yang menemani ibunya membuat laporan. Ia pun menghampiri wartawan dan mengatakan kalau Dumaria ada menemuinya di Rutan menyampaikan keinginan Umi yang hendak menanggung kehidupan dia dan anaknya selama di penjara. “Coba tadi bawa saya ke dalam menemui ibu penyidik itu, karena dia yang datang menemuai saya ketika di penjara,” ungkap Annisa.
Dikonfirmasi via selularnya, Kepala Kejari Pontianak, Esly Demas SH MH mengatakan akan melakukan upaya hukum Kasasi atas putusan bebas tersebut. “Ada upaya hukum dan itu akan kita tempuh. Tuntutan kita saja sudah berat. Sementara kasus Farhan yang divonis bebas saja bisa mendapatkan hukuman setelah Kasasi. Makanya itu akan kita lakukan,” singkatnya.
Penanggung Jawab Forum Relawan Kemanusian Pontianak (FRKP), Br Stephanus Paiman OFM Cap yang mendampingi keluarga Idris sejak kasus itu bergulir di persidangan menerangkan, walaupun kecewa, tetap mereka menghormati vonis hakim meski. Namun ia meyakinkan terhadap hasil putusan kasus itu akan disampaikan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Migrant Care, YLBHI, bahkan ke Kontras. “Sementara dugaan adanya praktik uang dalam penanganan kasus ini, kita juga akan sampaikan kepada Kompolnas,” pungkasnya. (her)

Selasa, 22 Juli 2008 , 09:19:00 METRO Pontianak




PONTIANAK, METRO - Keadilan itulah yang ingin dicari Ana (40) salah seorang pedagang Pasar Dahlia, yang kini rukonya digembok Petugas Pasar dan Sat Pol PP. Penggembokan ini sendiri dilakukan karena korban dianggap, telah menyalahi aturan bedagang barang kering di lantai bawah. Padahal seharusnya barang kering di lantai dua. Namun menurut korban, pedagang kering cukup banyak di lantai bawah.

Namun ruko yang lain tidak digembok, hanya miliknya yang digembok. Untuk meminta keadilan ini, Ana meminta bantuan Forum Relawan Kemanusian Pontianak (FRKP). Keluh kesah pedagang ini disampaikannya kepada Br Stephanus Paiman penanggung jawab FRKP. “Kalau mau adil, gembok juga yang lain dan pindahkan ke atas. Tapi ini hanya ruko saya saja, yang lain tidak digembok,” ujar korban. Penggembokan ini menurutnya terjadi sudah satu bulan, dan kini dia tidak berdagang. Hingga tidak tahu lagi kemana harus mencari rezeki.

“Di lantai atas itu sepi, orang malas mau berbelanja. Terlebih lagi di atas bangunannya kumuh,” ujarnya lagi. Steph yang menerima pengaduannya menuturkan, akan mengkordinasikan masalah ini dengan Pemkot Pontianak. “Pemkot harus adil, jangan mentang-mentang Ibu Ana orang Thionghoa dia yang terus ditekan,” pinta Steph. Permasalahan ini lanjut Steph bukan baru kali ini terjadi, sudah beberapa kali pihak pengelola pasar memperlakukan korban tidak adil. “Dia juga warga negara Indonesia yang mempunyai hak yang sama. Apalagi dia selalu melunai kewajibannya,” Timpal Steph.(jai)

Selasa, 1 Januari 2008. Pontianakpost

Belasan TKI Kalbar Terlantar
Satu Anak Alami Dehidrasi

Pontianak,- Sebanyak 12 tenaga kerja Indonesia (TKI) Kalbar dari Malaysia terlantar di Pelabuhan Pontianak, Senin (31/12) pagi. Dua diantara rombongan TKI tersebut merupakan balita, yang salah satunya mengalami dehidrasi dan segera dilarikan ke RSUD Sudarso.

Para TKI tersebut mengaku datang menggunakan kapal dari Tanjung Priok Jakarta. Mereka tiba di Pontianak pukul 09.30 WIB. Namun, setelah lebih dari satu jam menunggu, tak satu pun petugas dari Dinas Sosial Kalbar datang. Bahkan, hingga semua penumpang kapal turun, mereka masih kebingungan karena tak ada petugas yang mengurus mereka. Padahal, tiga hari sebelum kedatangan mereka, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Departemen Sosial Jakarta telah mengirimkan fax kepada Dinas Sosial Kalbar, untuk memberi tahu kedatangan TKI tersebut.

Akhirnya, lima TKI asal Pontianak meninggalkan rombongan dan pulang sendiri ke rumahnya di Siantan. Sementara itu, TKI lainnya menghubungi Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak (FRKP). Kemudian, TKI tersebut dijemput langsung oleh Br Stephanus Paiman OFM Cap, selaku Penanggung Jawab FRKP.

Sebagian dari TKI tampak kelelahan. Fitriani (23) tampak bingung melihat anaknya, Inasilawati (1,9) yang terlihat lemas. �Seharian ini anak saya tidak mau makan. Anak saya tidak sakit, hanya kata dokter di Kuala Lumpur ada cairan di otaknya, kepalanya akan terus membesar,� ujar TKI asal Putussibau kepada Pontianak Post, kemarin.

Fatriani mengungkapkan telah bekerja di Malaysia selama enam tahun. Dia kembali ke Kalbar karena paspornya habis. Sementara itu, seorang TKI asal Sambas, Inem (nama samaran-red) (21), mengaku kabur dari rumah majikannya di Malaysia. �Sebenarnya saya malu mau ngomong. Tolong jangan tulis nama saya. Saya kabur karena diperkosa majikan. Setelah kabur, saya malah masuk penjara lima bulan. Majikan saya hanya dikenakan denda 5000 ringgit, dan semua uang itu diberikan kepada petugas migrasi di sana,� jelas Inem dengan mata berkaca-kaca.

Penanggung Jawab FRKP, Br Stephanus Paiman OFM Cap mengatakan FRKP akan memberikan ongkos pulang kampung untuk TKI asal Sambas dan Mempawah. �TKI asal Sambas dan Mempawah akan kita antar ke terminal. Namun, untuk TKI asal Putussibau, mungkin Kamis depan baru dipulangkan. Karena sekarang ini tidak ada bus ke Putussibau,� ujar Stephanus, kemarin.

Sementara itu, anggota Komisi D DPRD Kalbar, Katarina Lies yang datang ke FRKP untuk melihat kondisi TKI mengungkapkan, akan membawa Inasilawati, anak TKI asal Putussibau itu ke RSUD Sudarso. Katarina juga berusaha berulang kali menghubugi handphone petugas Dinas Sosial, namun tidak ada yang aktif.

�Seharusnya, walaupun libur, mereka harus tetap stand by. Apalagi Departemen Sosial pusat telah berkoordinasi dan mengirimkan fax. Nanti, kalau ditanya siapa yang menerima fax tersebut, semuanya lempar tanggung jawab,� sesal Katarina kepada Pontianak Post, kemarin.

Katarina menambahkan terlantarnya TKI ini merupakan penyakit lama. Padahal Dinas Sosial mempunyai dana untuk mengurus kepulangan TKI. �Seharusnya Dinas Sosial juga bisa bekerjasama dengan Dinsosnaker,� timpal Katarina. (uni)



< Sebanyak 12 tenaga kerja Indonesia (TKI) Kalbar dari Malaysia terlantar di Pelabuhan Pontianak, Senin (31/12) pagi. Dua diantara rombongan TKI tersebut merupakan balita, yang salah satunya mengalami dehidrasi dan segera dilarikan ke RSUD Sudarso.

Para TKI tersebut mengaku datang menggunakan kapal dari Tanjung Priok Jakarta. Mereka tiba di Pontianak pukul 09.30 WIB. Namun, setelah lebih dari satu jam menunggu, tak satu pun petugas dari Dinas Sosial Kalbar datang. Bahkan, hingga semua penumpang kapal turun, mereka masih kebingungan karena tak ada petugas yang mengurus mereka. Padahal, tiga hari sebelum kedatangan mereka, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Departemen Sosial Jakarta telah mengirimkan fax kepada Dinas Sosial Kalbar, untuk memberi tahu kedatangan TKI tersebut.

Akhirnya, lima TKI asal Pontianak meninggalkan rombongan dan pulang sendiri ke rumahnya di Siantan. Sementara itu, TKI lainnya menghubungi Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak (FRKP). Kemudian, TKI tersebut dijemput langsung oleh Br Stephanus Paiman OFM Cap, selaku Penanggung Jawab FRKP.

Sebagian dari TKI tampak kelelahan. Fitriani (23) tampak bingung melihat anaknya, Inasilawati (1,9) yang terlihat lemas. �Seharian ini anak saya tidak mau makan. Anak saya tidak sakit, hanya kata dokter di Kuala Lumpur ada cairan di otaknya, kepalanya akan terus membesar,� ujar TKI asal Putussibau kepada Pontianak Post, kemarin.

Fatriani mengungkapkan telah bekerja di Malaysia selama enam tahun. Dia kembali ke Kalbar karena paspornya habis. Sementara itu, seorang TKI asal Sambas, Inem (nama samaran-red) (21), mengaku kabur dari rumah majikannya di Malaysia. �Sebenarnya saya malu mau ngomong. Tolong jangan tulis nama saya. Saya kabur karena diperkosa majikan. Setelah kabur, saya malah masuk penjara lima bulan. Majikan saya hanya dikenakan denda 5000 ringgit, dan semua uang itu diberikan kepada petugas migrasi di sana,� jelas Inem dengan mata berkaca-kaca.

Penanggung Jawab FRKP, Br Stephanus Paiman OFM Cap mengatakan FRKP akan memberikan ongkos pulang kampung untuk TKI asal Sambas dan Mempawah. �TKI asal Sambas dan Mempawah akan kita antar ke terminal. Namun, untuk TKI asal Putussibau, mungkin Kamis depan baru dipulangkan. Karena sekarang ini tidak ada bus ke Putussibau,� ujar Stephanus, kemarin.

Sementara itu, anggota Komisi D DPRD Kalbar, Katarina Lies yang datang ke FRKP untuk melihat kondisi TKI mengungkapkan, akan membawa Inasilawati, anak TKI asal Putussibau itu ke RSUD Sudarso. Katarina juga berusaha berulang kali menghubugi handphone petugas Dinas Sosial, namun tidak ada yang aktif.

�Seharusnya, walaupun libur, mereka harus tetap stand by. Apalagi Departemen Sosial pusat telah berkoordinasi dan mengirimkan fax. Nanti, kalau ditanya siapa yang menerima fax tersebut, semuanya lempar tanggung jawab,� sesal Katarina kepada Pontianak Post, kemarin.

Katarina menambahkan terlantarnya TKI ini merupakan penyakit lama. Padahal Dinas Sosial mempunyai dana untuk mengurus kepulangan TKI. �Seharusnya Dinas Sosial juga bisa bekerjasama dengan Dinsosnaker,� timpal Katarina. (uni)

Sabtu, 8 Maret 2008. Pontianak Post

Kirim Artikel Print Artikel


Terimakasih FRKP

Saya bagian dari warga Tionghoa Kota Pontianak, mengucapkan terimakasih atas kerelaan dan kerendahan hati Bruder Stephanus Paiman OFM Cap dari Forum Relawan Kemanusian Pontianak yang bersedia menjadikan dirinya sebagai JAMINAN untuk mengeluarkan seorang ibu dari Rumah Sakit Santo Antonius Pontianak karena kesulitan biaya. Sudah banyak yang bapak buat dengan kawan-kawan FRKP untuk masyarakat �kecil� seperti kami, tanpa membedakan agama, suku, dan warna kulit. Bravo FRKP, jalan terus dengan karyanya. Kami mendukung anda!

Aseng
Warga Sungai Raya Dalam Pontianak

Bekerja Demi Kemanusian

Forum Relawan Kamanusian Pontianak (FRKP)

adalah Organisasi sosial yang di dalamnya berisikan anggota terdiri dari semua etnis dan agama.
Saat ini FRKP dikomandoi Br Stephanus Paiman Ofm Cap, atau yang akrab disapa bung Steph.
Pria yang mengabdikan hidupnya untuk membantu sesama ini, menciptakan FRKP setelah terinspirasi dari Jaringan Relawan Kemanusian (JRK) yang didirikan Romo sandiawan
Saat ini FRKP memiliki ratusan anggota yang tersebar di seluruh Kalimantan Barat, dengan profesi mulai dari pengusaha hingga tukang sol sepatu ada di dalamnya.